Akhir-akhir ini kita disibukkan dengan upaya
mempertahankan eksistensi Buntu Batu. Semua pihak bersatu padu menyamakan suara
menolak upaya penambangan identitas warga panyurak khususnya dan desa lunjen
pada umumnya ini. Segenap elemen tua,muda, tokoh masyarakat di kampung sampai
para pembesar-pembesar kita di Kota daeng berhimpun dan kemudian bergerak
melawan tirani para penguasa modal.
Dalam hal ini kita semua satu suara dan bersepakat
bahwa tidak ada alasan Buntu batu menjadi lahan eksploitasi tambang. Pada
konteks ini tak ada yang rela melihat simbol kampung Panyurak hilang diluluh
lantakkan. Setiap orang mungkin akan memiliki kenyakinan lain diluar alasan
umum penolakan tambang tersebut. Ada yang karena memiliki ‘trah’ atau garis
keturunan kerajaan buntu batu, dan sisa-sisa peninggalannya akan hilang dan
semakin biaslah kerajaan buntu batu itu. Ada yang karena masih berpegang teguh
pada pesan para leluhur kita bahwa Buntu batu ini adalah sakral yang penuh
dengan kekayaan sejarah serta filosofi. Lebih khusus lagi bahwa sampe detik ini
kita masih menyakini bahwa ada warisan peninggalan nenek moyang kita berupa
emas yang harus kita jaga.
 |
Buntu Batu (terlihat dari Persawahan desa Pasui} |
Meskipun sejarah empiris sampai detik ini tak
satupun yang bisa menunjukkan letak emas tersebut disimpan. Namun cerita yang
selalu disampaikan oleh orang tua kita ini adalah bukti bahwa buntu batu tak
cuman sebuah batu besar namun dahulu kala adalah tempat peradaban leluhur, yang
meskipun kita tak lagi menjumpai peti-peti pemakaman yang konon katanya kala
itu menutupi tebing buntu batu. Kita pun kini tak bia lagi menikmati orisinalitas
Tapak Tangan yang penuh kisah heroik itu akibat ‘Vandalisme’ (tindakan merusak
situs dan warisan budaya). Jika saja pada saat pergolakan DI-TII peti-peti mati
tersebut tidak dibakar oleh (red; Gerombolan) dengan alasan akan berpotensi
menjadi ‘thagut’ dan dapat merusak aqidah maka banyak pihak yang menprediksikan
bahwa buntu batu akan menjadi destinasi andalan saat ini. Namun disini tak usahlah
kita larut dalam romansa dahulu. Karena semua sudah terjadi yang harus kita
lakukan saat ini adalah terus menjaga sisa-sisa sejarah masa lalu.
Kembali pada masalah utama yaitu rencana eksplotasi buntu batu. Dalam hal
ni penulis mengamati konstalasi dimasyarakat yang berkembang begitu dinamis.
Layaknya teori perubahan sosial bahwa suatu masyarakat dapat dimanipulasi untuk
mencapai tujuan tertentu. Beberapa analisi pun muncul:
1.
Bersatu
padunya semua golongan menolak keras upaya penambangan karena informasi yang
beredar bahwa objek tambangnya adalah buntu batu. Mengapa kita bisa
sedemikian solid karena semua orang satu visi bahwa buntu batu ini adalah salah
satu simbol dan identitas warga panyurak, dan jika ia nanti ditambang maka akan
melukai hati orang panyurak. Kita bisa saksikan sekarang ini bahwa yang getol
menolak tambang adalah warga panyurak dan mungkin sebagian elemen masyarakat
lain. Lalu warga tetangga sebelah kita gimana responnya? Pembaca lebih tahu
tentunya.
2.
Sangat
nampak jelas ada konspirasi tingkat dewa yang coba dilancarkan oleh oknum-oknum
yang hanya mementingkan urusan perut mereka. Mereka yang tak punya “sense of
belongging” terhadap Buntu Batu. Mereka para pengkhianat sejarah mencoba
mencari keuntungan dari kondisi ekonomi bangsa yang sedang labil. Bak istilah
‘Money talk’ kira-kira demikianlah kita dipecah belah para cukong dan pemilik
modal dengan iming-iming sejumlah uang. Yang sangat lucu mereka para oknum tak
tahu diri tersebut dengan entengnya menyetujui adanya tambang tersebut. Padahal
mereka bukanlah orang yang tinggal di sekitar buntu batu. Tentu pembaca sudah
mafhum kelompok yang penulis maksud (red;
Mereka yang menandatangani surat pernyataan menyetujui tambang).
 |
Buntu Batu dipagi hari
|
3.
Bung
karno pernah mengatakan “Jasmerah’ Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Berbicara buntu batu maka sudah pasti orang yang tahu sejarah maka akan
mengatakan bahwa Buntu batu (secara fisik) adalah Panyurak dan sebaliknya.
Artinya gunung batu ini adanya di Panyurak, bagi yang faham sejarah
sesungguhnya Kerajaan Buntu batu sedari dulu berkedudukan di Buntu batu. Bekas
lokasi ‘salassa’, Lesung batu dan sumur ‘nya pun ada di Buntu Batu. Itulah
sebabnya Buntu Batu masuk dalam situs cagar budaya Pemkab. Enrekang, diakhir
masa berdirinya barulah pindah ke ‘Pasui’.
4.
Nuansa
politispun bisa dicium pada proses tambang ini objek tambangnya ada di Kec.
Buntu Batu namun lokasi pengolahannya ditempat lain yang jaraknya ber mil-mil
dari lokasi penambangan. Secara hitung-hitungan bianya operasional (ongkos
angkut,bahan bakar dan maintenance alat) akan membengkak. Pada fase ini
sejumlah fihak menghubungkan isu pemekaran Kab. Tanah duri dengan persoalan
ini. Jika kelak hal ini bener-benar terjadi maka tak ada lagi supply pemasukan
ke Kab. Enrekang. Pembaca sudah mengetahui bahwa wilayah Duri komplekslah yang
menopang sebagain besar kabupaten Enrekang. Nah dengan adanya pengolahan marmer
diluar Duri Kompleks maka setidaknya ada jaminan pemasukan daerah bagi mereka.
Lalu kita dapat apa?? kita hanya akan dijadikan sapi perah kekayaan alam kita
di keruk habis lalu diangkut ke tempat lain. FYI (for your information) jika
tambang ini jadi maka masa operasinya bisa sampai puluhan tahun. Kebanyang tu
berapa yang akan dihasilkan dari masa operasi dan luas tambang tersebut. Apalagi
nilai barang yang telah diolah akan jauh berbeda dengan yang belum diolah.
5.
Ketidak
transparan informasi mengenai rencana tambang ini sangat kental kita rasakan.
Sejauh ini pihak perusahaan rasanya belum ada sosialisasi secara utuh kepada
masyrakat panyurak. hal ini lah yang membuat kita miskin informasi. Beredar
rumors bahwa pihak perusahaan melakukan pembicaraan dengan segelintir kelompok
saja. Hal semacam ini sangat rentan ‘Masuk angin’ (istilah aktivis untuk mereka
yang diberi janji atau deal-deal tertentu). Kekaburan informasi yang beredar
sangat berdampak pada terpecahnya opini masyarakat Panyurak terhadap tambang
ini akhirnya diawal-awal terjadi pro dan kontra terhadap penambangan. Pro dan
kontra disini muncul sebagai akibat warga panyurak umumnya tidak mengetahui
bahwa objek tambangnya adalah Buntu Batu itu sendiri. Ini terjadi karena di
awal memang sudah di setting oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
 |
Palak Tau Photo By Arwhin Passura |
6.
Mall
Administrasi. Berkaca pada data dan fakta yang ada kecurigaan adanya mall
administrasi perizinan tambang ini terkonfirmasi dengan ketidak sesuaian
informasi yang ada . Sebagaimana kita tahu bahwa perizinan tambang sekarang
wewenanngya ke Provinsi, Lalu provinsi mendapatkan data mengenai objek tambang
dari siapa?. Sudah jelas dari Pemkab (dinas pertambangan dan stakeholders
terkait). Penulis mencurigai bahwa pihak provinsi kabur informasi soal
keberadaan situs cagar budaya Buntu batu. Jika mereka mereka mengetahuinya dan
mengeluarkan izin penambangan maka secara langsung telah melanggar aturan
perundang-undangan mengenai situs cagar budaya. Dengan kata lain terjadi
pemalsuan dokumen yang dilakukan pihak perusahaan (yang bisa jadi dibantu
ataupun difasilitasi oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mendapatkan
keuntungan).
Hikmah yang dapat kita petik dari rentetan
kejadian skandal tambag maremer buntu batu adalah terjadi perubahan drastis
pola komunikasi ditatanan masyarakat panyurak. Alur komunikasi yang selama ini
berjalan sangat baik melalui pertemuan-pertemuan kini sangat jarang dilakukan.
Elemen masyarakat yang telah terpolarisasi ini sangat rentan disusupi dan
dipecah belah. Marilah kita belajar dari sejarah bangsa ini yang dengan
mudahnya dipecah belah oleh Belanda dengan politik adu domba karena kita lebih
mengedepankan perbedaan-perbedaan dari pada kesamaan-kesamaan yang kita miliki.
Mari kita galakkan lagi musyawarah, dengan intensenya elit kampung bertemu maka
akan memudahkan gerakan-gerakan yang akan dilaksanakan (Pergerakan itu mustahil
dilakukan tanpa berhimpun/musyawarah). dengan adanya konsolidasi maka gerakan
yang dilaksanakan akan lebih terencana dan memungkinkan hasil yang lebih baik.
 |
Photo By AndriGmc Pewalisadda |
‘Solid’ atau bahasa sederhananya ‘persatuan’ harus
terus dijaga. Memang dewasa ini tak semua hal di Panyurak dapat dipersatukan,
namun hal-hal tertentu sebut saja gotong royong harus menjadi perhatian kita
semua. Walau kita tak semua satu faham terhadap sesuatu akan tetapi
silaturrahmi wajib kita tetap pelihara. Kondisi maju dan mundurnya kampung yang
sama kita cintai ini sangat bergantung pada bagaimana warganya tetap
melaksanakan kerja-kerja sosial demi terciptanya suasana kampung yang harmonis
namun dinamis. Kerja-kerja sosial ini memang tidak mudah apa lagi tidak ada profit langgsung yang kita
dapatkan. Dalam tataran ini kita patut bersyukur karena saat ini masih banyak pemuda dan tokoh masyarakat panyurak yang masih konsen pada perbaikan dan kemajuan kampung. mendorong untuk memakmurkan masjid, Memfasilitasi kegiatan pemuda, mendorong generasi muda untuk giat belajar
sampai perguruan tinggi dan masih banyak lagi hal lain yang telah dilakukan.
Samarinda 20 September 2016
Muh. Tasrin S